Senin, 24 September 2012

KETERBATASAN PENDEKATAN RATIONAL COMPREHENSIVE PLANNING DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN: TINJUAUAN TERHADAP ASPEK TEKNIK DAN METODE


KETERBATASAN PENDEKATAN RATIONAL COMPREHENSIVE PLANNING DALAM PERENCANAAN TATA RUANG KAWASAN PERBATASAN: TINJUAUAN TERHADAP ASPEK TEKNIK DAN METODE

 MuhamadYogie Syahbandar1, Adriadi Dimastanto2, Robert Simbolon3,
Hendricus Andy Simarmata4

1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor
2Mahasiswa Magister Arsitektur Perancangan Kota, Universitas Indonesia
3Mahasiswa Doktoral Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Padjadjaran
4Staf Pengajar Pascasarjana Kajian Pengembangan Perkotaan, Universitas Indonesia

Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya no 6, Jakarta Pusat, 10430
Email: gieyogie87@yahoo.co.id
  
Abstrak
 Kawasan perbatasan Negara memiliki peran strategis secara nasional karena merupakan beranda depan NKRI yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, baik di darat maupun laut. Dengan peran strategis ini, kawasan perbatasan Negara memerlukan pengelolaan ruang secara khusus. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong pembangunan kawasan perbatasan, namun menemui berbagai kendala. Akibatnya, kawasan perbatasan negara masih berada dalam kondisi yang tidak memadai baik dari segi pelayanan infrastruktur, kesejahteraan yang masih rendah, serta adanya ancaman kedaulatan Negara, sehingga masih jauh dari kondisi kawasan perbatasan Negara yang dicita-citakan. Rencana tata ruang sebagai salah satu instrumen kebijakan diharapkan dapat menjadi jawaban atas persoalan ini. Sampai saat ini, prosedur penyusunan rencana tata ruang kawasan perbatasan masih mengacu kepada pendekatan perencanaan prosedural (rational comprehensive planning) yang tidak peka terhadap situasi dan kondisi kawasan perbatasan negara. Salah satu hal penting yang belum terakomodir dalam pendekatan tersebut adalah pelibatan aktor-aktor pembangunan negara tetangga dalam menata ruang kawasan perbatasan secara proporsional. Akibatnya, produk yang dihasilkan tidak dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada di kawasan perbatasan, interaksi dengan Negara tetangga, serta belum mampu mengharmoniskan hubungan sosio-politik dan kerjasama dengan Negara tetangga. Tulisan ini mencoba menguraikan kelemahan dan kendala teknis dan metode yang digunakan selama ini dalam proses perencanaan tata ruang kawasan perbatasan. Tinjauan teknis mencakup kajian terhadap isu-isu strategis, prinsip-prinsip, tahapan, dan aktor-aktor dalam perencanaan. Tinjauan metode mencakup teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan analisis perencanaan yang digunakan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode studi literatur, wawancara dengan konsultan perencana, dan studi kasus Sota dan Bikomi Nilulat. Pembahasan terhadap teknik dan metode di atas dilakukan melalui metoda analisis komparatif dengan pendekatan perencanaan lainnya yang terkait, yaitu perencanaan partisipatif dan perencanaan kolaboratif untuk memberikan gambaran terukur mengenai perbedaannya. Tulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu perencanaan wilayah dan kota, terutama dari persepsi para praktisi dalam penerapan teknik dan metoda perencanaan.


Kata kunci: kawasan perbatasan negara, rencana tata ruang, pengelolaan kawasan


DIPERSENTASIKAN DALAM SEMINAR NASIONAL PLANOCOSMO, ITB, 12-13 SEPTEMBER 2012

Jumat, 30 Maret 2012

PERKEMBANGAN KOTA BOGOR DARI MASA KE MASA

PERKEMBANGAN  KOTA BOGOR
DARI MASA KE MASA
my.syahbandar@gmail.com


Kota Bogor adalah salah satu kota di Jawa Barat yang  secara geografis terletak pada 106048' Bujur Timur dan 6036' Lintang Selatan. Secara administrasi wilayah Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor. Dengan luas wilayah Kota Bogor 11.850 hektar, terdiri dari 6 (enam) kecamatan, 22 kelurahan dan 46 desa. Ada beberapa pendapat atas asal-usul penamaan kota Bogor.  Salah satunya  adalah berasal dari  nama Bogor itu  sendiri, karena nama bogor berarti tunggul kawung, enau atau aren. Pendapat ini ditemukan dalam pantun yang berjudul "Ngadegna Dayeuh Pajajaran" yang dituturkan Pak Cilong. Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam Pemerintahan.  Pakuan sebagai pusat Pemerintahan Pajajaran terkenal pada pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) yang penobatanya tepat pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan hari jadi Bogor .
Selama perjalananya hingga sekarang Kota Bogor memiliki perkembangan kota yang sangat panjang, Tata ruang sebagai instrument arahan pengembangan  kota memiliki peranan penting dalam pembentukan Kota Bogor itu sendiri, Menurut Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor, perkembangan Tata Ruang Kota Bogor dibagi dalam tiga fase perkembangan berdasarkan  iklim politik, kemajuan teknologi, serta kondisi sosial ekonomi yang berlaku pada masa ke masanya, yang akan menentukan corak pembangunan. Fase pertama adalah Masa Pajajaran (1482-1579), yang di mulai sejak masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482-1521) hingga masa pemerintahan Ragamulya Suryakencana (1567-1579).  Fase kedua, adalah  masa penjajahan (1684­-1945), Fase ketiga adalah masa kemerdekaan yang dimulai sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai dengan sekarang..
Perkembangan Bentuk Kota Bogor
Fase Masa Pajajaran (1482-1579)
Berdasarkan Badan Perencanaan Daerah,  Kota Bogor  mengalami perkembangan bentuk kota dan fungsi sejak masih sebagai  ibu kota Pakuan  pada masa Pajajaran hingga saat ini. pada masa pajajaran, Kota Bogor berfungsi sebagai kota pusat kerajaan yang artinya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Pajajaran. Pada masa Pajajaran Bentuk Kota Bogor cenderung linier memanjang dari arah barat laut kearah tenggara, dengan komponen fisik "perkotaan" yang sangat sederhana terdiri atas sebuah keraton, alun-alun dalam, alun-alun luar, benteng dan gerbang kotaraja. Kota Bogor pada masa Pajajaran ini sempat "menghilang" selama kira-kira satu abad seiring dengan sirnanya Pajajaran pada tahun 1579.
Fase Fase kedua, adalah masa penjajahan (1684­-1945)
Periode pertama masa  Penjajahan Kota Bogor  kembali dibangun ditandai dengan dibangunnya sebuah tempat peristirahatan di lokasi Istana Bogor yang sekarang diberi nama Buitenzorg atas prakasa Baron Van Imhoff sekitar tahun 1745. Pada periode pertama masa Penjajahan ini Kota Bogor memiliki fungsi sebagai tempat peristirahatan dan pusat pemerintahan yang masih sederhana dengan  bentuk kota linier dan komponen fisik kota sederhana, yaitu terdiri atas sebuah taman, sebuah “villa”, sebuah tempat penelitian pertanian, sebuah pasar, dan semacam pusat pemerintahan kabupaten. Pada periode kedua masa Penjajahan yaitu sejak perubahan politik Kolonial Belanda. tahun 1870 hingga menjelang Proklamasi
Fase ketiga (Sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai dengan sekarang)
Sejak Kemerdekaan, Kota Bogor sudah mulai menunjukkan oder dan sifat “kekotaan” dan telah mempunyai fungsi yang majemuk, yaitu sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat penelitian pertanian dan sebagai kota tempat tinggal dengan segala fasilitas kotanya. Bentuk kotanya adalah linier sepanjang jalan utama yang menghubungkan Kota Bogor dengan Jakarta dan Sukabumi. Perubahan bentuk Kota Bogor terjadi sejak periode pertama masa kemerdekaan yang berubah dari linear menjadi semi konsentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi Kebun Raya, pada periode kedua masa Kemerdekaan yaitu sejak Kota Bogor menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (1974) hingga menjelang tahun 1995 bentuk kotanya adalah dari semi konsentrik berubah menjadi konsentrik.
Pada periode ketiga masa Kemerdekaan (1995- sampai dengan sekarang) yang dimulai sejak perluasan wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor (1995) hingga pada saat sekarang, Kota Bogor telah menjelma menjadi kota modern dengan multifungsi. Struktur kotanya berbentuk konsentrik dengan titik pusat di sekitar lokasi  Balaikota. Banyaknya fungsi yang diemban oleh Kota Bogor juga menunjukkan kompleksitas  perkembangan fisik kotanya. Kota ini, mengalir tanpa arah yang jelas dan tanpa disertai sebuah perencanaan  penataan kota berjangka panjang. Itulah yang antara lain mengakibatkan munculnya berbagai persoalan perkotaan sebagaimana yang dihadapi dan dirasakan pada saat ini, seperti diantaranya masalah transportasi, masalah lingkungan dan pemukiman, hal itu pula yang menjadikan Kota Bogor terkenal dengan berbagai julukan, antara lain kota terkotor, hingga kota sejuta angkot. Dengan keadaan saat ini akankah Kota Bogor akan tetap menjadi Kota yang nyaman seperti dulu.


Gambar : Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun 2005 dan Foto-foto perkembangan  penggunaan Lahan 
(ket.gambar di atas) 
  1. Pedagang kaki lima merupakan permasalahan perkotaan yang di alami Kota Bogor, para PKL         menggunakan trotoar, hingga badan jalan sebagai tempat berjualan.
  2. Pembangunan pemukiman yang tidak  tidak  teratur  menjadi permalahan yang serius di Kota Bogor
  3. Transportasi (Kemacetan)  merupakan salah satu masalah utama  di Kota bogor, dengan banyaknya jumlah angkot maka munculah sebutan  “Kota Sejuta angkot”  bagi Kota Bogor.
  4. Perbandingan penggunaan lahan tahun 1875 dan 2005 menandakan perkembangan Kota Bogor dari waktu ke waktu  (Lokasi : Jalan Surya Kencana)
  5. Sekitar Tanjakan Empang tahun 1900  dan kini menjadi Pusat Perbelanjaan  Bogor Trade Mall.

Sumber:diolah dari berbagai sumber